salam

instagram : @i_d_h_o

Friday, October 5, 2012

Instrumen Kopi


Raut wajahnya menghanyutkan
Menggugah hati yang paradoks
Bidadari yang tersendiri, Tersipu menatap malu

Saat ini kau seperti di tengah padang
Sendiri,
 tanpa teman tanpa masalah
Tersenyum,
 tertawa tanpa sebab

Bingung menyapa memikirkanmu

Bidadari yang tersendiri
keindahan, anggun mempesona
Meluluhlantahkan hijab keangkuhan
Sedih sendiri dalam tawa sekeliling

Bidadari,
Yang tersendiri di keramaian
Tuhan Maha Tahu mengapa ia membiarkanmu..
                               (Makassar, 10-juni-2012)



Ku awali soreku dengan sepenggal puisi. Puisi yang lahir dari pengakuanku sendiri dalam jiwa yang bagai instumen musik klasik. Klasik, sungguh klasik perasaan seperti ini. Ini bukan pertama kali ku alami dalam diriku. Diriku telah sejak dulu, bahkan dalam suasana seperti bagaimana pun  akan tenang jua jika mengingatmu seperti semenjak aku menatap matamu. Matamu telah lama menjadi jembatan bagi diriku untuk memahami keindahan kelembutan tajalli Tuhan. Tuhan menganugrahkan sesuatu yang beda dari diriku melalui kehadiranmu. Kehadirunmu lah yang membuat suasana selalu terasa tenang.. tenang.. tenang… tenang seperti musik instrument yang aku dengar saat ini. Inilah senjaku bersama keindahanmu. (mungkin akan lebih indah jika suatu saat kehadiranmu disisiku bersama suatu senja yang entah kapan, menikmati music insturmen hingga malam malam tiba bersamaan dengan habisnya dawai music instrument kehidupan)

Pahit manis. Manis pahit.  Tak lagi bisa ku bedakan keduanya. seperti halnya kopi hitam yang ku seduh sekarang. Semua terasa nikmat. Itulah aku dan perasaanku semenjak aku menemukan sesuatu yang beda yang dihadirkan dari senyum kemerahanmu. Sejatinya ketenanganku sebahagian berasal darimu. Perasaan ini semakin hangat layaknya kopi hitam yang ku seduh senja kala ini. Keindahanmu ku seduh dalam secangkir jiwaku. Hangat, manis, pahit. Dan itu membuat pikiran ini tenang. Tahukah engkau, keindahanmu membuatku ketagihan, dan merasa tergantung. Ketika engkau kehilangan senyummu, aku merasa kopi di dunia ini telah habis juga. Jika kopi di dunia ini habis. Aku mungkin akan kehilangan ketenanganku. Teruslah tersenyum agar aku selalu tenang. Seperti halnya kopi hitam yang ku seduh saat ini. (mungkin akan lebih indah bagiku suatu saat nanti jika engkau bersedia, aku ingin engkau yang menyeduhkanku secangkir kopi hitam beserta senyummu yang kemerahan yang merekah di wajahmu)

Setiap saat aku mendampakan itu.. tahu kah engkau…??

(…maaf.. penulis kehabisan kopi. Senja juga telah berakhir… penulis juga mungkin akan melanjutkan tulisan ini suatu senja saat nanti… salam teriring doa.. wassalam.. hehehe)

No comments:

Post a Comment