“Bagaimana
ini?”
“Bagaimana
ini?”
Katanya
sambil terengah-engah
Tersesat
di antara pelataran senja dan pelatar malam.
Berdiri
bagai patung tapi jiwanya mendarat dalam
keluh kesah.
Lampu-lampu
senter milik setiap orang terlihat sama baginya.
Tersesat
dalam keramaian.
Melawan
hidup katanya bodoh.
Padahal
kita dan hidup adalah ciptaan.
Hidup
punya cara sendiri, kita juga mesti punya.
Ragu
akan keraguan bahwa sedang ragu, dan akhirnya jalan terus.
Paaaahhh......
Menampar
diri sendiri kadang perlu.
Biarkan
kau sakit dengan pilihanmu, tapi jangan pernah biarkan hidup menyakitimu.
“bagaimana
ini?”
Katanya
sambil melipat kedua tangannya ke dada rapat-rapat..
Berdoakah
atau pasrahkah?
Kita
juga sama-sama tak tahu.
Ada
tangan yang sedari tadi ingin menggenggamnya namun terus di abaikan.
Bagai
asap yang hanya lewat menghilang.
Ada
bahu yang siap untuk disandari namun ia memilih duduk bagai orang kedinginan.
“bagaimana
ini?”
Katanya
sambil menggigit ujung jarinya yang mulai mati rasa.
Jiwa
yang mati rasa merasuk ke dalam tubuh lahirnya.
Beku
di antara suara jejak langkah orang-orang yang berjalan hingga yang berlari.
Tak
ingin dikasihani, tapi memilih memelas hati.
Paaahhh…
Hatimu
dimana?
Apakah
kau lupa dimana telah engkau letakkan?
Akhirnya
mengorek-ngorek hati setiap yang engkau jumpai.
Berharap
ada hati yang tersisa untukmu agar kau mampu bangkit lagi.
“bagaimana
ini?”
Katanya
sambil meneteskan air mata yang keluar tanpa tujuan.
Akhirnya
semua orang, bahkan dirimu sendiri tak mampu menjawabnya..
(by: @idhokopihitam)
Februari 2014. Tertulis dari curhatan seorang teman
yang tak ingin disebutkan namanya.
Semoga saja “bagaimana ini?” adalah
pertanyaan yang katanya hanya dia yang memiliki.
Pernah sesekali aku bertanya
dengan sedikit bercanda agar dia sedikit terhibur disela-sela “bagaimana ini?”.
Kurang lebih pertanyaan saya hampir sama dengannya,”ada pertanyaan bagaimana
yang lain?”. Lantas dengan tatapan datar dia menjawab, “tolong hapuskan kosa
kata ‘bagaimana’ dari kamus besar bahasa Indonesia”.
Ini tertulis bisa dikata hanya
karena tak ada kerjaan. Bukan untuk apa-apa dan bukan untuk siapa-siapa. Hanya mencoba
membiarkan jari-jari ini kembali menari di atas keyboard karena telah lama
kaku. Mungkin hampir dari setengah tahun yang lalu jari ini tak lagi menari.
“terima kasih telah membaca”
No comments:
Post a Comment