Tak jauh dari
hari ini. Hari itu aku masih mengembara seperti air di sungai mengikuti arus
kehidupan, keadaan, dan waktu yang terus berjalanan. Aku seperti manusia tanpa
mimpi hanya pasrah kemana arus membawaku tanpa berharap hilir mana yang aku
ingin jumpai. “biarkan waktu yang menjawab semuanya” anggapan itu tertanam kuat
dalam benakku. Aku terus berpikir realistis kepada kehidupan. Namun realistis
seperti apa yang aku maksud? Aku tak berani bertanya lebih.
Kulihat pertama
kali. Aku melihat sebuah perahu yang tak lagi mengenal arus. Nahkodanya kadang
memandang jauh ke depan, kadang melihat sekeliling perahu, dan kadang menengok
ke belakang. Yang tak peduli dengan arus kehidupan. Seakan-akan aliran sungai
hanya sebuah batu kerikil di setiap
langkahnya. Ia punya hilir yang ia ingin jumpai. Tak mengikut pada arus sungai.
Ia adalah seorang pemimpi yang punya semangat hidup. Dia menjadi dirinya
sendiri di arus sebuah sungai. Hidupnya bukan milik kehidupan, bukan milik
keadaan, dan bukan milik waktu. Tapi dia tetap memiliki ketiganya.
Hari itu aku
memutuskan untuk mencoba mengenalnya. Tak peduli dengan hidupku sendiri. Aku
ingin mengenal manusia di luar diriku sendiri. Aku tak ingin terus dikendalikan
kehidupan, keadaan, dan waktu. Aku hanya ingin punya mimpi. Sementara ini
mungkin harapanku adalah mengenalnya.
Perjumapaan
pertama. Aku terus mencoba mengenalnya. Aku mulai mencoba untuk tak hanya
mengikuti arus. Ku perhatikan setiap langkahnya. Aku mulai ingin berbagi
dengannya walau aku hanya punya sedikit yang bisa aku berikan. Ku temukan
diriku akhirnya berbeda. Tak lagi berpikir tentang diri sendiri. Aku mencoba
bermimpi. Mencoba melawan arus. Dan tak lagi dikendalikan waktu dan keadaan.
Aku mulai
sedikit berani keluar dari diriku yang dulu. Melawan setiap yang tak sejalan
dengan mimpiku. Memberontak kepada diri sendiri. Aku tahu aku adalah seorang
penakut yang tak berani mengenal sesuatu di luar dari diriku. Aku kini mulai
mencintai diriku yang baru. Manusia yang punya mimpi dan tk hanya ikut arus
kehidupan. “biarkan waktu yang menjawab semuanya” telah berganti menjadi
“biarkan aku yang mencari jawaban atas semuanya”. Aku telah banyak belajar. Aku
telah banyak mengenal. Tak lagi diam dan berani membawa diriku ke hilir mana
yang ia ingin jumpai.
Suatu hari aku
melihatnya telah berubah. Dia yang telah mengajarkanku banyak hal berubah
menjadi seseorang yang bukan dirinya. Perjumpaan kami pagi itu mengingatkanku
pada diriku yang dulu walau tak sama persis tapi anggapan “biarkan waktu yang
menjawab semuanya” telah tertanam di benaknya. Aku melihat diriku yang dulu.
Hingga memutuskan mencoba menunjukkan dirinya yang dulu. Mencoba terus
memberinya perhatian yang sama seperti dia memberi perhatian padaku. Namun
tenyata belum cukup.
*ku tulis atas
sebuah dasar pertanyaan,”bagaimana seharusnya kita menjalani hidup ini? Apakah
dengan hanya mengikuti arus kehidupan, waktu, dan keadaan? Ataukah menentukan
hilir yang ingin kita jumpai?”
Aku tak tahu
yang mana yang benar.. “biarkan waktu yang menjawab semuanya” ataukah “biarkan
aku yang mencari jawaban atas semuanya”.. mungkin kini aku lupa, ataukah memang
tak pernah tahu jawabannya.
No comments:
Post a Comment